Saturday, July 2, 2016

Sate kambing dan ketupat instan

KAMIS, 16 JULI 2015 (29 RAMADAN 1436).  SATE KAMBING ROCKLEA.
Cerita ke-15 dalam seri Ramadan Down Under

Masyarakat muslim Indonesia di Queensland mempunyai cita-cita mendirikan masjid demi menyemarakkan kehidupan beragama di negara bagian yang terletak belahan timur laut Australia ini.  Indonesian Muslim Community in Queensland (IMCQ) sempat membeli sebidang tanah dan bangunan di wilayah Rocklea, dekat Brisbane Market.  Mulanya dimaksudkan untuk masjid namun ternyata daerah itu tidak diperuntukkan bagi rumah ibadah melainkan untuk pergudangan namun boleh digunakan untuk pertemuan komunitas.

Alternatif selain membangun mesjid baru adalah membeli rumah ibadah tua yang sudah tidak dipakai, untuk kemudian dikonversi menjadi masjid.  Hal seperti itu diperkenankan oleh hukum setempat.

Hari Kamis penghujung Ramadan itu Rasyid mengajakku ke Rocklea untuk membantu Pak Hendri, sesepuh IMCQ, menyiapkan sate untuk konsumsi shalat id nanti.  Taruna dan beberapa brothers turut bergabung.

Kami mulai memotong daging kambing dan ayam yang dipasok oleh salah satu halal butcher.  Dagingnya bersih dan segar.

“Motongnya gede-gede, jangan kecil-kecil. Ini Australia, porsi makanannya gede-gede walaupun yang makan orang-orang kita juga.  Biar kenyang dan senang semua orang.”

Haha, bener juga.  Sate ini nanti harus menyenangkan para jamaah.  Stoknya pun kali lihat cukup untuk mengenyangkan sekitar 300 orang.  Kami sampai berganti sarung tangan plastik berkali-kali.

“Kalau lebarannya besok, maka besok pagi-pagi sate-sate ini harus sudah siap.  Tinggal dibakar setelah shalat ‘id. Mas Hary, sudah ada kabar dari Kuraby?”

Kuraby adalah nama sebuah tempat yang banyak dihuni oleh komunitas muslim terutama Timur Tengah.  Sepertinya para pemuka agama di sana menjadi acuan untuk hal-hal krusial seperti penentuan awal Ramadan dan Syawal.

Mas Hary yang juga seorang permanent resident (PR) seperti Pak Hendri membuka ponsel dan membaca pesan, “Hilal tidak terlihat.  Lebaran disepakati lusa, hari Sabtu.”

Menurut ketentuan, apabila hilal (bulan sabit yang menandakan terbitnya bulan baru) tidak terlihat (pada pengamatan saat terbenamnya matahari tanggal 29 Ramadan), maka kaum muslimin diminta menggenapkan bulan Ramadan menjadi 30 hari.

“Oke, berarti ini sate yang sudah jadi kita masukkan freezer buat hari Sabtu nanti.  Sekarang bakar aja beberapa tusuk buat kita makan sekarang.  Dah pada lapar ‘kan?”

Membakar dan mencicipi sate di malam yang dingin.

Bersama kami membakar dan menikmati beberapa tusuk sate kambing dan ayam sambil ngobrol-ngobrol dalam udara dingin minim cahaya malam itu.

Aku dan Rasyid tiba di rumah Moggill Road diantar Mas Hary sekitar tengah malam.  Kami memasuki hari terakhir Ramadan.

JUMAT, 17 JULI 2015 (30 RAMADAN 1436).  KETUPAT INSTAN.

Buat bangsa Melayu seperti Indonesia dan Malaysia, lebaran identik dengan hidangan berupa ketupat yang disajikan dengan kari, gulai, opor, atau sayur ketupat.  Alamak, ingin rasanya aku mencari pohon kelapa, memanjat, dan mengambil daunnya lalu menganyamnya menjadi ketupat.  Namun yang kujumpai kebanyakan pokok-pokok kayu dan palem, bukan kelapa atau nyiur. 

Untunglah di Yuen’s Market (toko swalayan China yang menjual beraneka bahan makanan Asia) ada ketupat instan Adabi.  Walaupun sebenarnya aku tak suka ketupat plastikan tetapi apa boleh buat, tak ada rotan akar pun jadi.  Tiga puluh menit merebus sudah cukup mengubah kantung-kantung berisi beras menjadi ketupat padat.  Yang menjadi tantangan berikutnya adalah membuat sayurnya.

BERSAMBUNG ke Cerita ke-16 Mengejar shalat id
dalam seri Ramadan Down Under

No comments: